BAB II
PEMBAHASAN
A.
Islam
dan Globalisasi
1.
Pengertian
Islam dan Globalisasi
Dari segi
bahasa (etimologi) Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat,
sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya
diubah menjadi bentuk aslama yang
berarti berserah diri masuk kedalam kedamaian. Juga berarti memelihara dalam
keadaan sentosa, menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.[1]
Sedangkan kata globalisasi berasal dari kata ‘global’. Globalisasi (globalization) merupakan proses-proses
menuju kea rah global. Arti globalitu sendiri adalah menyeluruh atau
menyatu,dari berbagai unsur menjadi satu.
Di maksudkan dengan ungkapan ‘Islam, globalisasi, dan peradaban dunia’ adalah ingin menjelaskan persinggungan, pertentangan , atau juga persamaan di antara masing-masing muatan konsep di atas. Untuk itu perlu terlebih dulu dijelaskan masing-asing istilah tersebut.Islam merupakan Agama yang memiliki karakter sebagai berikut.
Di maksudkan dengan ungkapan ‘Islam, globalisasi, dan peradaban dunia’ adalah ingin menjelaskan persinggungan, pertentangan , atau juga persamaan di antara masing-masing muatan konsep di atas. Untuk itu perlu terlebih dulu dijelaskan masing-asing istilah tersebut.Islam merupakan Agama yang memiliki karakter sebagai berikut.
a)
Agama yang menjanjikan keselamatan
dunia-akhirat (Man aslama salima-
Barang siapa yang menyerahlan diri (kepada Allah) maka ia akan selamat atau
Barang siapa yang beragama Islam akan selamat).
b)
Penyerahan diri seorang muslim tertuju kepada
Allah Swt secara mutlak. Allah dikonsepsikan sebagai Tuhan yang Mutlak dan tak
terbatas sehingga tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata (walam yakun lahu kufuan Ahad).
c)
Penyelamatan yang dijanjikan Oleh Islam
sedemikian sempurna, komrehensif, global, dan amat mendetail.
d)
Islam sebagai agama yang sempurna.[2]
e)
Islam Menjelaskan segala sesuatu yang
kesemuanya untuk keselamatan manusia.
f)
Tak ada sesuatu pun yang dibiarkan tidak
diperhatikan ke dalam Islam.
g)
Tebaran penyelamatan Islam mencakup seluruh
alam semesta, lebih dari sekedar globalisme.
h)
Meskipun lebih dari global, dalam waktu yang
sama, Islam juga merupakan agama eksklusif, ketika harus berhadapan dengan
segala bentuk sekularisme, dan kebatilan, dari system ketauhidan yang murni.
i)
Karena itu Islam menyeru kepada siapa yang
memilihnya sebagai agama, ia harus masuk ke dalamnya secara total.[3]
Dalam hal-hal yang bersifat duniawi, sejauh tidak melanggar
prinsip-prinsip Islam di atas, umat Islam diberi kebebasan seluas-luasnya untuk
bisa beradabtasi, berdialog, dan hidup berdampingan dengan isme-isme non Islam.
Demikian sabda Rasul, “Antum a’lamu
biamri dunyaakum” atau “antum a,lamu biumuuri dunyakum” (Kamu lebih
mengetahui urusan duniamu).
Globalisasi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1.
Internasionalisasi (dari kedaerahan menuju
kearah wilayah yang lebih luas)
2.
Liberalisasi (faham menuju kearah serba bebas
dan melepaskan norma-norma yang telah mapan, antara lain norma-norma agama –
Islam).
3.
Universalisasi (dunia telah menyatu, tak ada
lagi yang menyekat antara wilayah satu dengan yang lain sebagai berkah kemajuan
iptek, terutama teknologi telekomunikasi)
4.
Westernisasi (arah peradaban dari dunia Timur
menuju kea rah cultural dunia Barat yang bercirikan sekulariseme, individualisme,
kapitalisme, liberalisme, dan hedonisme).
5.
Suprateritorialisme ( ruang-ruang sosialitas
tak lagi dapat dipetakan jarak dan batas-batas wilayah. Dengan demikian dunia
adalah satu wilayah).
Secara singkat, globalisasi dapat dikatakan
‘terjadinya keterbukaan wilayah/Negara sehingga memungkinkan terjadi interaksi
antar wilayah/Negara tersebut seperti interaksi dalam bidang: sosial, ekonomi,
politik,budaya, seni, dan bidang-bidang lain.[4]
B.
Modernisme dan Puritanisme
1.
Pengertian Modernisme dan Puritanisme
Modernisme dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti gerakan yang bertujuan menafsirkan kembali doktrin
tradisional, menyesuaikan dengan aliran-aliran modern dalam filsafat, sejarah,
dan ilmu pengetahuan.[5]
puritanisme, berarti paham dan tingkah laku yang didasarkan atas ajaran
kaum puritan. Puritan memiliki arti orang yang hidup saleh dan yang menganggap
kemewahan dan kesenangan sebagai dosa. Orang ini juga bisa dikatakan orang Sufi.[6]
C.
Gerakan Fundamentalisme dan Radikalisme
1.
Pengertian gerakan Fundamentalisme dan
Radikalisme
fundamentalisme berarti faham yang cenderung
untuk memperjuangkan sesuatu secara radikali. Sedangkan, fundamentalis berarti
penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang selalu
merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli seperti yang tersurat di dalam
kitab suci.[7]
Untuk merumuskan ciri-ciri atau
karakteristik Fundamentalisme-Radikalisme, dapat dihubungkan dengan corak
pemahaman dan interpretasi kelompok ini terhadap doktrin yang cenderung
bersifat rigid dan literalis. Menurut pendapat Yusril Ihza,
kecendrungan ini dapat dikaitkan dengan beberapa bagian, diantaranya.
1.
corak pengaturan doktrin.
2.
kedudukan tradisi awal Islam.
3.
ijma’.
4.
kemajemukan masyarakat. Bagi kaum
fundamentalis, doktrin sebagaimana terdapat dalam al-Quran dan Sunnah adalah
doktrin yang bersifat universal dan telah mencakup segala aspek kehidupan.
Ketaatan mutlak kepada Tuhan, dan keyakinan bahwa Tuhan mewahyukan
kehendak-kehendak-Nya secara universal kepada manusia adalah termasuk doktrin
penting yang dipedomani oleh kaum fundamentalis. Kelompok ini lebih menekankan
pada ketaatan dan kesediaan untuk menundukkan diri kepada kehendak-kehendak
Tuhan, dan bukan perbincangan intelektual. Karenanya bagi mereka lebih penting
adalah iman dan bukan diskusi. Dalam pandangan mereka, iman justru akan membuat
orang mengerti, dan bukan mengerti yang membuat orang menjadi beriman. Rasionalitas
menurut kaum fundamentalis pada umumnya cenderung hanya menjadi alat untuk
melegetimasi kehendak hawa nafsu dalam “mempermudah-mudahkan” agama.
Dalam melihat kedudukan tradisi awal yang dicontohkan oleh
Nabi Muhammad dan para sahabatnya, kaum fundamentalis memiliki kecenderungan
romantisisme dan cenderung melakukan idealisasi terhadap zaman tersebut. ingin menegakkan kembali struktur pemerintah
khilafah seperti pada masa sahabat. Struktur demikian dianggap sebagai sesuatu
yang berlaku untuk semua zaman. Dalam pandangan mereka struktur demikian adalah
ijma’ para sahabat yang tidak dapat dimansukhkan (dihapuskan) oleh
generasi-generasi kaum Muslim di masa kemudian. Terkait dengan pandangannya
terhadap kemajemukan (pluralisme) masyarakat, kaum fundamentalis pada umumnya
cenderung bersikap negative dan pesimis. Tokoh-tokoh fundamentalis seperti
al-Maududi dan Sayyid Qutb dengan tegas hanya membedakan dunia jenis masyarakat
di dunia ini, yakni susunan masyarakat Islami (al-nizhām al-Islāmiy) dan
susunan masyarakat Jahiliyah (nizhām al-Jāhiliy) Susunan masyarakat
Islam dipandang sebagai masyarakat yang benar-benar melaksanakan doktrin Islam
secara kaffah (total) dan karena itu ia bersifat ilahiyyah (ketuhanan).
Masyarakat yang tidak bersorak demikian semuanya tergolong Jahili dan karenanya
bersifat thagut (berhala).[8]
D.
Islam Ekslusif dan Inklusif
1.
Pengertian Ekslusif dan Inklusif
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, eksklusif berarti “terpisah dari yang lain”. Sedangkan inklusif berarti “termasuk,
terhitung”.[9]
Sedangkan Islam eklusif dan inklusif menurut Dr.K.H. Didin hafidhuddin,
M,Sc. Islam merupakan agama yang sangat inklusif, dan bukan merupakan ajaran
yang bersifat eksklusif. Tapi inksklusifitas yang bermaksud perbedaan agama
yang di pahami oleh kelompok liberal.[10]
Inksklusifitas islam yang dimaksud adalah
agama yang universal dan dapat diterima oleh semua orang yang berakal sehat
tanpa memperdulikan latar belakang, suku bangsa, setatus sosial dan atribut
keduniawian lainya.
2.
Ciri – ciri Ekslusif
dan Inklusif
Islam ekslusif dan
inklusif adalah untuk menetapkan persepsi muslim terhadap masalah hubungan
islam dan kristen di indonesia.
Rizky Ananda mecontohkan eksklusif dan inklusif di judul buku “Muslim-Chritian
relation in the new order indonesia: the exclusivist and inclusivist muslim”.[11]
Sebagai contoh, ia menyebut organisasi
eksklusif di indonesia adalah dewan dakwah Islamiyah di indonesia, (DDII),
komite indonesia untuk solidaritas duniah islam, orang-orang yang membela islam
di cap eksklusif.
Diantara ciri-ciri kaum
eksklusif, menurut Rizky Ananda yaitu.
1.
Mereka yang menerapkan
model penafsiran literal terhadap al-qur’an dan sunah dan masa lalu karena
mengunakan pendekatan literal, maka ijtihad bukanlah hal yang sentral kerangka
berfikir mereka
2.
Merekah berpendapat
bahwa keselamatan yang bisa dicapai melalui agama islam.bagi merekah, islam
adalah agama final yang datang untuk mengoreksi agama-agama lain. Karena itu
merekah menggugat otentisitas kitab suci agama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan Inklusif,
memiliki ciri diantaranya.
1.
Karena merekah memahami
agama islam sebagai agama yang berkembang, maka merekah menerapkan metode kontekstual
dalam memahami al-qur’an dan sunah, yang memerlukan teks-teks asas dalam islam
dan ijtihad berperan sentral dalam pemikiran merekah.
2.
Kaum inklusif
memandang, islam adalah agama terbalik bagi merekah:namun merekah berpendapat
bahwa keselamatan di luar agama islam adalah hal yang mungkin.
E.Islamisasi Sains
Islamasasi
sains. Adalah
pandangan yang menganggap ilmu atau hanya sebagai alat (instrumen).artinya,
sains terutama teknologi sekedar alat untuk mencapai sebuah tujuan, sains itu
mempunyai dua makna. jika kita menganggap bahwa apa yang kita saksikan dalam
fenomena sains adalah “sebuah kenyataan yang sempurn,” maka kita akan melihaat
sains sebagai kebeneran indrawi. Sain juga pernah
mengukuhkan bahwa kebeneran mutlak adalah yang didasarkan pada panca- indrawi
saja.[12]
Dalam konteks ini , abu bakar siraj
ad-din mengatakan, “if a symbol is sometthing in a lower ‘known and wonted’
domain which the traveller considenrs not only for its own sake, but also and
above all in oder to have an intuitive glinpse of the ‘universal and trange’
reality whict corresponds to it in each of the hidden domain.[13]
Sejak kehadiran Islam dimuka bumi
ini, Islam telah tampil sebagai agama yang memberi perhatian pada keseimbangan
hidup antara dunia dan akhirat, antara hubungan manusia dengan Tuhan, antara
hubungan dunia dan akhirat, antara hubungan manusia dengan manusia, antara
urusan ibadah dan urusan muamalah dalam arti yang luas. Dewasa ini manusia
menghadapi berbagai macam persoalan yang
benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Situasi yang penuh dengan
problematika di dunia modern justru disebabkan oleh perkembangan pemikiran
manusia sendiri. Dalam keadaan demikian,
sudah mendesak untuk memiliki ilmu pengetahuan yang mampu membebaskan manusia
dari berbagai problema tersebut. Ilmu pengetahuan yang dimaksudkan adalah ilmu
pengetahuan yang dikaji dari nilai-nilai agama. Hubungan Islam dengan ilmu
pengetahuan sangat erat kaitannya, karena Islam tanpa ilmu pengetahuan berarti
buta. Imam tanpa ilmu dapat mengakibatkan musyrik.[14]
Perspektif Islamisasi disiplin ilmu yang mencakup
bahasan: Kategorisasi disiplin ilmu versi Islam; Pendekatan baru terhadap
reformasi ilmu kontemporer; Beberapa garis Islamisasi pemikiran politik dan
ketatanegaraan; Islamisasi ilmu pendidikan; pendekatan Islamisasi ekonomi;
Islamisasi sains dan teknologi; konsep ilmu dalam Islam dan prinsip-prinsip
matematika; Uraian singkat tentang kajian ilmu hukum. Islamisasi disiplin
ilmu-ilmu individual meliputi uraian tentang; Metodologi penelitian dan kajian
ilmu hokum Islam; Kritik Islam atas sosiologi kontemporer; Reorientasi sejarah
Islam; Tipologi historiografi Muslim dari perspektif filsafat Islam tentang
sejarah; dan, menjelang/menyongsong upaya reformasi sosiologi. Upaya Islamisasi
ilmu ini terus berlanjut melalui berbagai seminar Internasional.[15]
F. Pluralisme Agama
Pluralisme agama (religious pluralism)
adalah di antara ide yang diusung oleh orang-orang yang berpemahaman liberal.
Zainal Arifin Abbas, mengatakan bahwa agama berasal dari kata “a”
dan “gama” yang berarti tidak kacau.[16]
Hakikatnya, pluralisme agama adalah agama baru
yang mencoba meruntuhkan nilai-nilai fundamental agama-agama, termasuk Islam. Pluralisme adalah sebuah asumsi yang
meletakkan kebenaran agama-agama sebagai kebenaran yang relatif dan menempatkan
agama-agama pada posisi setara, apapun jenis agama itu. Pluralisme agama
meyakini bahwa semua agama adalah jalan-jalan yang sah menuju tuhan yang sama.
Atau, paham ini menyatakan, bahwa agama adalah persepsi manusia yang relatif
terhadap tuhan yang mutlak, sehingga karena kerelatifannnya- maka seluruh agama
tidak boleh mengklaim atau meyakini bahwa agamanya yang lebih benar dari agama
lain atau meyakini hanya agamanya yang benar.[17]
Pluralisme jelas bertolak belakang dengan Islam karena Allah telah
menyatakan dalam al Quran bahwa:
Pertama. Islam satu-satunya agama yang
benar, hal ini terdapat dalam Al-Qur’an QS. Ali-imran: 3: 85. Yang artinya.
“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi”.
(Q.S Ali-Imran 3 : 85).
Kedua.
Al-Quran
satu-satunya kitab suci yang harus diikuti manuia juga hanya Allah boleh berhukum kepada al Quran dan
wajib menjadikannya sebagai pedoman hidup, serta meninggalkan kitab-kitab suci
yang lain.[18]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian Islam dan
Globalisasi
Dari segi
bahasa (etimologi) Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat,
sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya
diubah menjadi bentuk aslama yang
berarti berserah diri masuk kedalam kedamaian. Juga berarti memelihara dalam
keadaan sentosa, menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.
Pengertian Modernisme dan Puritanisme
Modernisme dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti gerakan yang bertujuan menafsirkan kembali doktrin
tradisional, menyesuaikan dengan aliran-aliran modern dalam filsafat, sejarah,
dan ilmu pengetahuan.
puritanisme, berarti paham dan tingkah laku yang didasarkan atas ajaran
kaum puritan. Puritan memiliki arti orang yang hidup saleh dan yang menganggap
kemewahan dan kesenangan sebagai dosa. Orang ini juga bisa dikatakan orang Sufi.
Pengertian gerakan Fundamentalisme dan Radikalisme
fundamentalisme berarti faham yang cenderung untuk
memperjuangkan sesuatu secara radikali. Sedangkan, fundamentalis berarti penganut
gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang selalu merasa perlu
kembali ke ajaran agama yang asli seperti yang tersurat di dalam kitab suci.
Untuk merumuskan ciri-ciri atau
karakteristik Fundamentalisme-Radikalisme, dapat dihubungkan dengan corak
pemahaman dan interpretasi kelompok ini terhadap doktrin yang cenderung
bersifat rigid dan literalis. Menurut pendapat Yusril Ihza,
kecendrungan ini dapat dikaitkan dengan beberapa bagian, diantaranya.
1.
corak pengaturan doktrin.
2.kedudukan tradisi awal Islam.
3. ijma’.
4. kemajemukan
masyarakat. Bagi kaum fundamentalis, doktrin sebagaimana terdapat dalam
al-Quran dan Sunnah adalah doktrin yang bersifat universal dan telah mencakup
segala aspek kehidupan. Ketaatan mutlak kepada Tuhan, dan keyakinan bahwa Tuhan
mewahyukan kehendak-kehendak-Nya secara universal kepada manusia adalah
termasuk doktrin penting yang dipedomani oleh kaum fundamentalis. Kelompok ini
lebih menekankan pada ketaatan dan kesediaan untuk menundukkan diri kepada
kehendak-kehendak Tuhan, dan bukan perbincangan intelektual. Karenanya bagi
mereka lebih penting adalah iman dan bukan diskusi. Dalam pandangan mereka, iman
justru akan membuat orang mengerti, dan bukan mengerti yang membuat orang
menjadi beriman. Rasionalitas menurut kaum fundamentalis pada umumnya cenderung
hanya menjadi alat untuk melegetimasi kehendak hawa nafsu dalam
“mempermudah-mudahkan” agama.
Pengertian Ekslusif dan Inklusif
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, eksklusif berarti “terpisah dari yang lain”. Sedangkan inklusif berarti “termasuk,
terhitung”.
Sedangkan Islam eklusif dan inklusif menurut Dr.K.H. Didin hafidhuddin,
M,Sc. Islam merupakan agama yang sangat inklusif, dan bukan merupakan ajaran
yang bersifat eksklusif. Tapi inksklusifitas yang bermaksud perbedaan agama
yang di pahami oleh kelompok liberal.
Inksklusifitas islam yang dimaksud adalah
agama yang universal dan dapat diterima oleh semua orang yang berakal sehat
tanpa memperdulikan latar belakang, suku bangsa, setatus sosial dan atribut
keduniawian lainya.
Ciri – ciri Ekslusif dan Inklusif
Islam ekslusif dan
inklusif adalah untuk menetapkan persepsi muslim terhadap masalah hubungan
islam dan kristen di indonesia.
Rizky Ananda mecontohkan eksklusif dan inklusif di judul buku “Muslim-Chritian
relation in the new order indonesia: the exclusivist and inclusivist muslim”.
Sebagai contoh, ia menyebut organisasi
eksklusif di indonesia adalah dewan dakwah Islamiyah di indonesia, (DDII),
komite indonesia untuk solidaritas duniah islam, orang-orang yang membela islam
di cap eksklusif.
Islamasasi sains. Adalah pandangan yang menganggap ilmu atau hanya
sebagai alat (instrumen).artinya, sains terutama teknologi sekedar alat untuk
mencapai sebuah tujuan, sains itu mempunyai dua makna. jika kita menganggap
bahwa apa yang kita saksikan dalam fenomena sains adalah “sebuah kenyataan yang
sempurn,” maka kita akan melihaat sains sebagai kebeneran indrawi. Sain juga pernah mengukuhkan bahwa kebeneran mutlak adalah yang didasarkan
pada panca- indrawi saja.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah
ini dapat membantu pembaca untuk mempermudah dalam mempelajari mata kuliah ini,
degan dibentuknya sebuah makalah dengan judul yang telah ditetapkan dosen
pengampuh kepada kami, kami sangat menyarankan bagi audiens agar makalah yang
kami buat ini dapat berguna dan bermanfaat dalam berbagai hal.
Kami menyarankan bagi audiens
untuk memberikan saran terhadap makalah yang kami buat ini, jika masih banyak
terdapat kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari pembahasan atau dari
segi isi Makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim Abdullah, Studi Islam Kontemporer,(Jakarta:
Sinar Grafika Offset, 2006)
Jahaya Praja, Filsafat dan Metodologi Islam Global,(Jakarta:
CV-Grapindo, 2002)
[1]Yatim
Abdullah, Studi Islam Kontemporer,(Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006),
hlm. 15
[2]Jahaya
Praja, Filsafat dan Metodologi Islam Global,(Jakarta: CV-Grapindo,
2002), hlm. 28
[3]
Ibid, hlm. 28-31
[4]
Jahaya Praja, Filsafat dan Metodologi Islam Global,(Jakarta:
CV-Grapindo, 2002), hlm. 34
[5]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, KBBI,(Jakarta: Balai Pustaka,
1998), hlm. 662
[6]
Muhammad Abduh, Tasawuf dan Pengajaran,(Solo: Raja Grapindo, 2000), hlm.
89
[8]Ibid,
hlm. 100-101
[9]Departemen
dan Kebudayaan, Op.Cit, hlm. 253
[10]
Taufik Abdullah, Metodologi Studi Islam,(Malang: Sinar Graha, 1999),
hlm. 30
[11]Ibid,
hlm 39
[12]
Yatim Abdullah, Op.Cit, hlm. 156
[13]
Ibid, hlm. 52-53
[14]
Ibid, 99
[15]
Ibid, 126
[16]
Mansor Faqih, Pluralisme Agama,(Bandung: CV-SETI AJI, 2001), hlm. 69
[17]
Mansor Faqih, Pluralisme Agama,(Bandung: CV-SETI AJI, 2001), hlm. 74
[18]
Mansor Faqih, Pluralisme Agama,(Bandung: CV-SETI AJI, 2001), hlm. 79-80
Tidak ada komentar:
Posting Komentar